Solo Exhibition


Kesan Kersan Pertama Begitu Menggoda

Setiap sudut dinding dan jalan yang menghiasi sebuah kota memiliki fungsi, identitas, dan cerita sendiri. Di banyak kota di Indonesia, termasuk di Yogyakarta, seni jalanan telah menjadi bagian dari dinding dan sudut-sudut jalan, menciptakan identitas dan sejarah yang lebih berwarna daripada sebelumnya. Saat ini walaupun telah banyak penduduk Yogyakarta yang telah terbiasa dengan seni jalanan yang ada di kota mereka, masih ada penduduk yang tetap menjadi pengamat pasif  bahkan mengkritik bentuk seni ini. Pengamatan pasif atau kritik terhadap seniman yang menuangkan gambar dan pesan sebagai hasil karya seni pada dinding kota gagal menangkap keinginan para seniman untuk mengekspresikan sesuatu bagi masyarakat yang lebih luas dengan cara berbeda dari pada yang jamak ditemui dalam ruang galeri terbatas.

Sebagai seniman jalanan yang aktif di banyak kota di Jawa, Isrol MediaLegal menyadari pentingnya menarik perhatian publik dengan sejarah lokasi tertentu. Daripada hanya memilih secara sembarangan dinding atau ruang kosong yang ada, Isrol mencoba untuk merespon lebih kritis ke lokasi di mana dia membuat karya di ruang publik. Sebelum membuat sebuah gambar yang akan dilihat oleh penduduk di sebuah kota, Isrol mempertimbangkan fungsi ruang dan hubungannya dengan gambar yang akan dituangkannya di sana. Dengan melakukan ini, masyarakat memiliki kemampuan untuk berpikir lebih kritis tidak hanya tentang karya seni tetapi juga konteks di mana karya tersebut berada.

Isrol MediaLegal mulai aktif sebagai artis jalanan sejak awal 2000. Setelah bekerja dengan berbagai jenis media yang kerap digunakan oleh seniman jalanan, Isrol mulai memilih untuk berkarya dengan media stensil pada awal 2012. Selama residensinya di Kersan Art Studio, Isrol memfokuskan karya-karyanya pada gagasan eksplorasi ruang dan konteks. Bekerja pada baik di berbagai sudut ruang publik di Yogyakarta maupun di dalam daerah terbatas dalam galeri seni Kersan, Isrol menyajikan pameran yang berfokus pada bagaimana seni merespon lingkungannya dan bagaimana ruang tertentu dapat memunculkan berbagai kemungkinan yang dapat menjadi sarana ekspresi yang bervariasi. Dengan melihat gambar yang dibuat di Kersan serta meninjau kaitan gambar-gambar tersebut dengan lokasi mereka di Yogyakarta serta di banyak kota lain di Jawa, orang dapat melihat bagaimana sebuah gambar bisa mempengaruhi konteksnya serta mengubah hubungan dengan lokasinya.

Karya Isrol tentang seorang gadis muda memegang dua pistol, menunjuk seorang pria dengan tangan di udara adalah gambar yang telah ditempatkan di sejumlah kota. Di Semarang orang dapat menemukan karya ini di depan Universitas Negeri Semarang dan Galeri Semarang. Di depan Galeri Semarang Isrol menanggapi isu galeri dan pasar seni dengan dialog berikut:

Perempuan: “Kamu kolektor?”
Laki-laki:     “Kok tahu?”
Perempuan: “Pantas saja… kamu sudah mengkoleksi hatiku.”

Di Solo, karya ini juga dapat ditemukan di sejumlah lokasi termasuk di depan Gedung Kesenian Solo. Bangunan tersebut menjadi bagian dari konflik hukum sehubungan dengan penggunaannya sebagaimana tersaji pada dialog berikut:

            Perempuan: “Ayah kamu tuan tanah?”
            Laki-laki: “Kok tau… “
            Perempuan: “Karna… kamu, telah mengsengketan hatiku.”

Gambar lain, yang menunjukkan fokus Isrol terhadap konteks adalah gambar Einstein memegang pancing. Gambar ini pertama kali dibuat di Tangerang, dan ditempatkan pada pilar jembatan yang terletak di Sungai Cisadane. Isrol menciptakan gambar ini selama acara dengan komunitas Langit Anak yang bermarkas di dekat sungai ini. Menempatkan teks "memancing untuk perdamaian" di samping gambar hasil karyanya Isrol berupaya menyoroti misi dan tujuan dari komunitas Anak Langit, yang terdiri dari anak jalanan dan anggota masyarakat setempat yang bekerja sama dalam rangka memajukan daerah tempat tinggal mereka. Di Yogyakarta Isrol menciptakan gambar ini di dalam ruang galeri Kersan serta di Jalan Bugisan. Di Kersan, Einstein diwakili oleh dua gambar, satu di dinding galeri yang menyatakan "memancing harapan" dan satu di sebuah kanvas besar. Di Jalan Bugisan, Isrol menyajikan gambar ini di samping karya seorang seniman jalanan, sebagai bentuk respon atas isu persatuan buruh.

Melalui beberapa contoh dari pekerjaan Isrol dalam konteks yang bervariasi, baik dalam ruang publik maupun di galeri Kersan, orang dapat mulai berpikir tentang bagaimana gambar tunggal dapat mengambil identitas yang berbeda tergantung pada lokasi dan gaya produksi. Jika ditilik secara lebih seksama, seni jalanan mengajak publik untuk tidak hanya mempertimbangkan wacana sang seniman tapi juga ide yang lahir dari para masyarakat itu sendiri.

Katherine Burhn