JAKARTA
HYBRID PROJECT "LITTLE BOX"
January 19th – January 29th 2012
Opening Exhibition: January 19th 201218:30 – 22:00 WIB
Artists Talk: January 19th 2012
16:00 WIB
BENTARA BUDAYA JAKARTA
Jl. Palmerah Selatan No. 17. Jakarta
Artists: Amy Zahrawan, Andi RHARHARHA, Annisa
Utami, Arif Hidayat,
Aulia Ibrahim Yeru, Isrol Triono, Theo Frids,
Moch. Hasrul,
Putriani Mulyadi, Sebastianus Seno.
Composers: M. Arham Aryadi, Kevin Ivan
Renardy, Joshua Sentosa.
Curated by: Annisa Rahadi & Diecky K.
Indrapradja
dokumentasi foto pameran:
HYBRID PROJECT: CONTEMPORARY COLLABORATION OF
VISUAL ART & MUSIC
Perkembangan
seni rupa kontemporer di dunia, termasuk di Indonesia, beberapa tahun
belakangan ini semakin diramaikan dengan bentuk-bentuk dan penggunaan
media-media baru yang saling bersinggungan dengan disiplin-disiplin lain.
Definisi seni rupa sendiri semakin tidak jelas karena ia semakin rakus
melebarkan dirinya merangkul bidang-bidang lain dalam budaya kontemporer. Melihat
fenomena lintas-disiplin tersebut, maka tercetuslah gagasan awal pameran ini
untuk mengadakan sebuah proyek kolaborasi yang melibatkan eksplorasi musik yang
direspon dengan karya-karya rupa kontemporer dari seniman-seniman dengan
beragam latar belakang keahlian.
Pameran
ini dimaksudkan untuk menawarkan beberapa lapisan motivasi, tujuan dan
pewacanaan. Pameran ini menawarkan eksplorasi musik dari berbagai praktik keseharian
kebudayaan di Indonesia sebagai lapisan pertama. Pengertian musik tradisi yang
ingin dikembangkan dalam proyek ini mencoba untuk merangkul pengertian yang
luas, tidak terbatas hanya pada segala sesuatu yang berbau tradisional dalam
artian hanya berkaitan dengan budaya asli Indonesia. Musik disini juga
dimaksudkan untuk dipahami berdasarkan pengertiannya yang paling luas; sebagai
bunyi-bunyian dari suara atau instrumen yang dimainkan dan diatur untuk
memproduksi efek tertentu. Maka musik dapat dihasilkan dari bunyi apapun yang
terdapat di dalam keseharian kita dan bertujuan untuk menciptakan sebuah efek,
entah berupa sensasi atau sebuah rasa tertentu. Dalam penggunaannya yang lebih profesional,
kita juga dapat memahami musik sebagai art
of arranging sounds; sebagai salah satu cabang seni yang fokus utamanya
adalah mengatur atau memproduksi bunyi dan biasanya menggunakan alat musik atau
suara untuk menciptakan efek tertentu. Ketika musik menggunakan istilah seni
sebagai bagian dari dirinya, maka tentunya pemahaman mengenai musik itu sendiri
menjadi lebih terikat dengan estetika dan mendasarkan praktiknya pada keahlian
tertentu (techne) – dalam hal ini
tentunya keahlian bermain alat musik, mengatur dan mengkomposisikan nada yang
dihasilkan – untuk menciptakan efek atau rasa yang indah dan menyenangkan (beauty and pleasure).
Cara yang
sama juga bisa digunakan untuk menelusuri pengertian tradisi atau dalam bahasa
Inggrisnya tradition. Kita akan
menemukan beberapa alternatif pengertian yang merujuk pada kata ‘tradisi’
secara luas. Pertama, ‘tradition’
atau tradisi menurut kamus dapat dipahami sebagai, “custom or belief: a long established action or pattern of behavior in a
community or group of people, often one that has been handed down from
generation to generation.” Dari pengertian pertama ini kita dapat memaknai
tradisi sebagai cara hidup atau keyakinan; sebuah tindakan atau pola perilaku
dalam sekelompok orang atau masyarakat yang telah disepakati dan seringkali
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini berarti tradisi
adalah juga sebuah konvensi praktik-praktik berdasarkan keseharian dan
kebiasaan. Istilah ‘tradisi’ secara umum juga selalu dihubungkan dengan
praktik-praktik yang disepakati secara kultural dan diturunkan atau diwariskan
dari generasi ke generasi. Namun dalam penggunaannya sekarang, penggunaan kata
dan bahasa mengalami banyak pergeseran dan perubahan.
Pemusik
yang dilibatkan dalam pameran ini ditantang untuk menciptakan
aransemen-aransemen baru yang lebih kontemporer dari berbagai musik tradisi
yang akan digunakan, menciptakan sebuah pertunjukkan baru yang lepas dari
konvensi musik tradisional di Indonesia yang biasanya. Eksplorasi ini bermaksud
untuk menyatukan dan mengkompromikan dua buah kekuatan yang selama ini menjadi
dianggap bertentangan; lokalitas dan globalisme. Praktik seperti ini semakin
lazim di dunia kontemporer, walaupun telah dilakukan oleh banyak pihak sejak
masa modern di Indonesia. Kompromi dua kekuatan inilah yang membedakan
modernitas di banyak negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, yang memiliki
muatan lokal yang sangat kuat dengan suntikan modernisme yang berkembang di
Barat.
Berdasarkan
fenomena tersebut, proyek ini dimaksudkan untuk memberi sebuah ruangan dialog
antara dua praktik seni dengan basis berbeda. Para pemusik dan perupa
Hasil eksplorasi musik ini nantinya akan direspon
oleh perupa-perupa yang berpartisipasi dalam pameran ini, menghasilkan
karya-karya rupa yang terinspirasi dari eksplorasi tersebut. Musik adalah
sumber inspirasi bagi kebanyakan proses kreasi yang dilakukan oleh manusia.
Inspirasi tersebut bersifat murni dan mengambil bentuk yang paling abstrak
dalam emosi dan perasaan manusia. Para perupa ditantang untuk mengeksplorasi
sisi-sisi rasa dan medium yang mungkin belum pernah terjelajahi sebelumnya.
Karena itulah, tentunya akan menjadi pengalaman yang sangat menarik, sulit
diterka dan mungkin membawa kita dalam rasa ingin tahu yang tidak pasti, ketika
melihat hasil karya rupa dan eksplorasi musik yang dibawakan oleh para perupa
dan seniman ini.
Pameran
ini diharapkan juga dapat sekaligus mewakili konsep hibriditas dan juga
identitas, sebuah konsep yang ramai dibicarakan dalam medan seni kontemporer
dunia, yang juga merepresentasikan situasi keragaman dan pencampuran
budaya-budaya yang terjadi di Indonesia. Secara terminologis yang dimaksud
dengan hibriditas adalah, “A state of
being, arrived at through the innovative mixing and borrowing of ideas,
languages and modes of practices.” Studi tentang hibriditas berfokus pada
pencampuran dan sintesis kebudayaan-kebudayaan yang berbeda akibat persentuhan
dan persilangan dari migrasi manusia selama berabad-abad. Aspek hibriditas
dapat kita temukan dalam seluruh kebudayaan di seluruh dunia; tidak ada satu
kebudayaan pun yang resisten terhadap proses pertukaran dan adaptasi
terus-menerus yang diakibatkan oleh migrasi, perpindahan dan kontak dengan
kebudayaan lain. Seperti telah disebutkan, dengan semakin kencangnya arus
informasi dan pertukaran gagasan, fenomena hibriditas pun makin menguat seiring
dengan perkembangan media internasional dan perdagangan.
Fenomena
ini tentunya memberikan sebuah permasalahan identitas yang mungkin bisa
dikatakan klasik. Budaya Indonesia adalah sebuah entitas yang sangat rumit
untuk dijelaskan, bahkan mungkin tidak dapat terjelaskan. Pencarian mengenai
apa itu identitas ke-Indonesiaan telah dilakukan sejak sebelum Indonesia
merdeka, namun tampaknya tetap saja permasalahan klasik benturan kebudayaan
antara Timur dan Barat masih mewarnai perjalanan Indonesia sekarang, tentunya
dengan mengambil bentuk yang paling baru.
Bersatunya Indonesia sebagai sebuah negara yang terdiri dari berbagai
suku, ras, etnik, bahasa dan budaya lokal lebih dikarenakan akibat politis
pasca kolonialisasi yang menjadikan Indonesia sebagai satu wilayah merdeka dari
ujung barat Aceh sampai Papua. Jika ditinjau lebih jauh budaya Indonesia
sesungguhnya merupakan budaya-budaya lokal yang terikat pada tanah asalnya,
seperti budaya Aceh, Jawa, Bali dan sebagainya, yang barulah pada tatanan makro
dikatakan sebagai bagian dari budaya Indonesia. Namun budaya Indonesia secara
definitif tidak bisa dikatakan hanya sebagai budaya Aceh saja atau budaya Jawa
saja. Identitas ke-Indonesiaan pun bisa dikatakan sama, orang Jawa atau Aceh
atau Banjar dapat dikatakan sebagai orang Indonesia tapi hal yang sama tidak bisa
secara sederhana dikatakan sebaliknya. Budaya Indonesia juga tidak terbentuk
hanya dari kebudayaan lokal. Setiap arus migrasi manusia menuju Indonesia
membawa beban budaya asal mereka masing-masing yang menambah warna dalam
lokalitas Indonesia. Masuknya kolonialisasi
juga memberikan sebuah ciri khas bagi kebudayaan Indonesia, sama halnya
dengan negara-negara lain yang pernah terjajah. Penjajahan turut membawa
perkembangan modernisme, yang pada masa itu sedang tumbuh pesat di
negara-negara Eropa, ke dalam tatanan masyarakat Indonesia dan membentuk
sintesis serta pertentangan yang unik di dalamnya.
Pencarian
tentang apa itu Indonesia dan seperti apa manusia Indonesia menjadi dasar
filosofis mengenai proyek kolaborasi ini. Sebagai generasi muda di Indonesia,
kami mencoba untuk melihat permasalahan identitas dalam koridor yang tidak lagi
mempertentangkan berbagai elemen yang membentuk kebudayaan Indonesia. Proyek
ini adalah suatu bentuk perayaan, fiesta
of identities, berbagai keragaman yang menjadikan Indonesia sebagai
Indonesia. Fenomena ini sesuai dengan semangat seni rupa kontemporer yang
menghanguskan segala batas dan hierarki dalam segala aspek kebudayaan. Kita
bisa dengan bebas meminjam dan menggunakan berbagai bentuk kebudayaan, asing
ataupun lokal, yang malang-melintang dalam kehidupan kita sehari-hari melalui
jaringan-jaringan informasi yang tersebar di seluruh dunia tanpa harus ada
keterlibatan khusus sebelumnya. Hal ini juga sesuai dengan dan kredo postmodern
yang membuang segala narasi besar mengenai identitas, yang ada hanyalah
kumpulan narasi-narasi kecil yang mungkin tampak tidak memiliki kaitan secara
linear. Namun narasi-narasi kecil tersebut adalah realitas yang disebut
Indonesia.
Annisa Rahadi / Curator